Broken Promise by yoshioka_winna
Warning!!
Dilarang memplagiat, mengcopas dan mempublikasikan cerita ini tanpa seizin penulis.
enjoy the story!
enjoy the story!
Langit pada malam ini tidak berbintang, karena sejak sore
awan menjadi kelam dan langit terus mengguyur bumi dengan hujan hingga saat
ini. Seorang anak laki-laki memandang hujan dengan kesal dari jendela kamarnya,
mata birunya memancarkan kebosanan karena ia tidak bisa ke hutan dengan cuaca
seperti ini. Hutan adalah segalanya untuk anak laki-laki itu. Tempat itu
menjadi halaman bermain sekaligus penyambung hidupnya selama ini. Anak
laki-laki itu mengacak rambut pirangnya yang pendek dan mendesah.
“Aku bosan!” Keluhnya.
“Dari pada kau mengeluh seperti orang bodoh, lebih baik kau
mengasah anak panah, Dare.” Ucap seorang remaja yang duduk di lantai dan
menyandarkan punggungnya pada kaki ranjang. Remaja itu terus mengasah anak
panahnya dalam diam.
Anak laki-laki yang dipanggil Dare memandang remaja yang
lebih tua empat tahun darinya sambil cemberut. “Aku ingin ke hutan, bukannya
mengasah anak panah. Lagipula aku tidak ingin melihat ayah membawa wanita
kesini.”
Baru saja Dare menyelesaikan ucapannya, pintu depan terbuka
dengan bunyi yang keras, lalu terdengar teriakan keras yang memanggil kedua
anak laki-laki tersebut.
“Daree! Jim! Bawakan aku handuk!” suara itu begitu kasar
hingga membuat Dare berjengit kaget.
Jim, sang remaja dan merupakan kakak dari anak laki-laki yang
bernama Dare tidak mendengarkan perintah ayahnya, sehingga membuat Dare
langsung keluar dari kamarnya dan menuju kamar mandi untuk mengambil handuk dan
memberikannya pada sang ayah yang masih berdiri di depan pintu, tubuhnya yang
basah membuat lantai tergenang air. Sang ayah berjalan masuk tanpa peduli ia
membasahi seluruh lantai di ruang tamu.
Sang ayah berhenti ketika menyadari tidak ada kehadiran
seseorang di belakangnya, dan ia berbalik dan berteriak kearah pintu. “Hei
bocah, cepat masuk!”
Dare yang sedang mengepel air yang menggenang di lantai kaget
ketika menyadari sesosok gadis kecil yang melangkah memasuki rumahnya dengan
ketakutan, bukannya seorang wanita dengan pakaian seksi yang menjual diri.
Sebagian wajahnya tertutup oleh poni dan rambut hitamnya yang panjang basah
karena hujan. Gadis kecil itu memakai mantel coklat yang terlihat cukup mahal
yang juga basah. Dare bertanya-tanya dari mana ayahnya mendapatkan gadis kecil
ini. Apakah ia anak ayahnya dari wanita lain? Pikirnya.
“Dare, urus dia! Mulai sekarang dia tinggal bersama kita.”
ayahnya menunjuk gadis kecil itu dengan wajahnya yang kasar.
Jim yang penasaran karena mendengar ribut-ribut akhirnya
keluar dari kamar dan melihat seorang gadis kecil yang berdiri di depan pintu
rumahnya. Dare berlari melewatinya untuk mengambil handuk kering di kamar
mandi. Jim hanya mengamati gadis kecil itu dengan pandangan mengintimidasi dan
kembali ke kamarnya.
Setelah Dare mengambil handuk kering dan kembali ke gadis
kecil itu, ia menyodorkan handuk tersebut pada gadis kecil itu yang dengan
ragu-ragu mengambilnya. Gadis kecil itu mengintip Dare dari sela-sela poninya
yang cukup panjang, tapi ketika ia tahu Dare sedang mengamatinya gadis kecil
itu kembali menundukan kepalanya dan gemetar ketakutan. Setelah merasa gadis
kecil itu cukup kering, Dare menuntunnya dengan hati-hati ke dalam dan membawa
tas yang cukup besar yang berada di samping gadis kecil itu.
Setibanya mereka di kamar Dare dan Jim, gadis kecil itu hanya
berdiri di tengah ruangan. Jim tidak peduli dengan keberadaan gadis kecil
tersebut, sedangkan Dare kasihan melihat gadis yang terlihat lebih muda darinya
berdiri gemetar karena kedinginan.
Dare menghampiri gadis itu setelah menaruh tas di sudut
ruangan. “Kau bawa baju ganti kan? Lebih baik kau ganti baju agar tidak
kedinginan.” Ucap Dare dengan pelan. Dare prihatin melihat gadis kecil yang
ketakutan dan gemetaran. Gadis itu terlihat sangat rapuh.
Gadis kecil itu hanya mengangguk dan menuju tas yang tadi di letakan
Dare di sudut ruangan dan mengambil kaus dan celana dari dalam tas tersebut
lalu kembali menuju Dare. Dare pun menuntunnya menuju kamar mandi yang berada
di bagian belakang rumah mereka, dekat dengan dapur. Dare menunggu hingga gadis
kecil itu selesai berganti baju dan kembali ke kamarnya.
“Aku tidak mau menyerahkan ranjangku.” Kata Jim dengan dingin
setibanya Dare dan gadis kecil itu di kamar.
Dare juga bingung memikirkan gadis itu akan tidur dimana,
karena dikamarnya hanya ada dua ranjang dan kedua ranjang tersebut hanya cukup
untuk satu orang. Tanpa berkata apa-apa gadis kecil itu langsung berlari ke
sudut ruangan dimana tasnya berada dan duduk sambil memeluk lutut serta
menyembunyikan wajahnya.
“Hei, kau akan tidur disana?” tanya Dare, dan tak ada jawaban
apa pun dari gadis kecil itu. Akhirnya Dare hanya meletakan selimut di depan
gadis kecil itu lalu menuju ranjangnya
dan sekali lagi memandang gadis kecil yang sedang meringkuk disudut ruangan
sebelum ia menyelimuti dirinya dan memejamkan mata, berharap besok hari akan
cerah dan ia bisa menghabiskan waktu di hutan untuk berburu tupai.
.
Gretel tidak menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu
semalam, yang di ingatnya hanyalah pergi ke konser orchestra bersama kedua
orang tuanya, lalu ia tertidur di mobil dalam perjalanan pulang. Tapi yang
dilihatnya saat bangun hanyalah ruangan serba putih dan bau steril obat-obatan
yang menyengat penciumannya, yang ia rasakan hanyalah nyeri pada seluruh
tubuhnya, terutama tangan kanannya serta kepala yang seperti habis dihantam
oleh benda besar. Ia tidak tahu kenapa dan mengapa ia berada di rumah sakit.
Ketika dokter dan perawat datang bersama polisi serta
seseorang bersetelan jas yang tak dikenalnya menjelaskan kejadian yang telah
merenggut nyawa kedua orang tuanya dan menyebabkannya terluka dan patah tulang,
Gretel terdiam sesaat untuk mencerna semua informasi itu di otaknya lalu
berteriak dan menangis, membuatnya harus diberikan obat penenang agar tidak
membahayakan dirinya sendiri.
Berada di rumah sakit selama sebulan untuk menyembuhkan
segala lukanya dan melewatkan pemakaman orang tuanya, Gretel hanya bisa terus
menangis. Ia sadar bahwa ia tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini dan ia
tidak bisa terus-menerus tinggal di rumah sakit, pengacara keluarganya mengatakan
padanya bahwa ibunya mempunyai saudara sepupu dari ibu tirinya yang bersedia
untuk merawatnya.
Dua hari berikutnya, orang yang dibicarakan oleh pengacara
keluarganya muncul di rumah sakit untuk membawanya pulang. Gretel tidak
menyangka bahwa orang yang akan menawarkan untuk merawatnya adalah seorang
laki-laki, ia berasumsi bahwa sepupu ibunya adalah perempuan.
Pria itu selalu tersenyum dan membujuk Gretel untuk pergi
bersamanya, tapi Gretel tidak percaya dengan pria yang memperkenalkan dirinya
sebagai Jared Frost. Instingnya mengatakan bahwa pria itu menyeramkan dengan
senyum palsu yang bertengger di wajahnya. Tapi Gretel tidak bisa melakukan
apa-apa kecuali mengikuti pria itu.
Sikap pria itu yang sebelumnya ramah dan selalu tersenyum
berubah ketika mereka berada di mobil dan melaju meninggalkan Atlanta menuju
rumahnya di sebuah kota kecil. Jared berbicara dengan kasar dan mengatakan
bahwa Gretel tidak bisa meninggalkan rumahnya hingga berusia legal dan hartanya
ia serahkan pada pria licik itu.
“Kalau kau mengadu pada pengacara bodoh itu, kau akan
berharap bahwa kau lebih baik ikut mati bersama kedua orang tuamu.” Ancam Jared
pada Gretel, membuat gadis kecil berusia sembilan tahun itu ketakutan dan hanya
mengangguk.
Setibanya di rumah Jared, mereka berdua terguyur hujan
setelah keluar dari mobil dan berlari menuju pintu. Gretel hanya mengekor Jared
dalam diam. Dia gemetar kedinginan karena mantel serta bajunya basah. Jared
berteriak memanggil dua nama ketika di depan pintu dan menyuruh mengambil handuk.
Gretel hanya bisa diam ketika Jared masuk ke dalam rumah dan ia melihat seorang
anak laki-laki mengepel lantai basah yang disebabkan oleh Jared.
Ketika Jared menyuruhnya masuk dengan kasar, Gretel tidak
bisa menyembunyikan ketakutannya. Rasanya ia ingin menangis, tapi jika ia
menangis, ia tahu pria itu pasti akan berteriak atau bahkan memukulnya tanpa
ragu.
Saat Dare―begitu yang Gretel dengar,
menyerahkan handuk kering padanya, dengan ragu-ragu ia mengambilnya. Ia
mengeringkan tubuhnya sambil melirik kearah Dare yang juga sedang
memperhatikannya, merasa takut pada tempat dan orang asing, Gretel kembali
menundukan kepalanya.
Dare menuntunnya ke kamar nya dan mengantarnya ke kamar
mandi, ia merasa bahwa anak laki-laki itu orang yang baik, tidak seperti remaja
yang sedang tidur diranjangnya, begitu dingin sama seperti Jared.
Gretel hanya meringkuk di sudut ruangan, menyembunyikan
wajahnya untuk menangis dalam diam, tak ingin mengganggu orang-orang asing yang
baru ditemuinya. Dalam tangisannya ia berdoa pada tuhan agar ia segera tebangun
dari mimpi buruk ini, hingga ia tertidur dalam posisi fetal di lantai yang
dingin, hanya berselimutkan kain tipis dengan air mata yang mengering di
pipinya.
.
Keesokan harinya Dare terbangun oleh suara Jim yang mengumpat pada alarmnya.
“Alarm sialan! Aku ingin tidur, ini hari minggu!” umpat Jim
sambil membanting alarm itu ke lantai.
Dare mendengar suara memekik, dan tersadar bahwa ada orang
asing di kamarnya. Ia melihat gadis itu masih dalam posisi sama seperti
semalam, memeluk lututnya. Dare penasaran apa gadis kecil itu tidur dalam
posisi itu, atau malah tidak tertidur sama sekali.
“Jim, kau membuat gadis itu ketakutan.” Komentar Dare.
“Masa bodoh!” balas Jim yang kembali tidur.
Dare melihat jam yang berada di dinding kamarnya, menunjukan
pukul tujuh lewat sepuluh menit. Dare akhirnya bangun dan mengambil baju ganti
lalu ke kamar mandi. Ia bukan orang yang suka bangun pagi, tapi ia adalah orang
yang paling pertama bangun di dalam rumah ini. Jim selalu bangun jam delapan, walaupun
hari sekolah, hingga sering menyebabkannya telat, sedangkan ayahnya selalu
bangun di siang hari karena terlalu banyak minum alcohol.
Sekembalinya Dare ke kamarnya, Jim maupun gadis kecil itu
masih dalam posisi ia meninggalkan kamar. Tadinya Dare ingin pergi ke hutan,
tapi setelah melihat gadis kecil itu dan berpikir jika ia meninggalkannya
sendirian, gadis itu mungkin akan jadi korban amarah ayahnya ketika bangun
tidur, jadi Dare menghampiri gadis tersebut.
“Hei, lebih baik kau mandi, lalu ikut denganku.” Ucap Dare.
Gretel bangkit dengan ragu-ragu dan berjalan menuju kamar
mandi. Segala yang dilihat Dare dari gadis kecil itu adalah ketakutan dan
keragu-raguan serta rapuh. Membuatnya kembali teringat akan ibunya yang telah
meninggal dan menimbulkan rasa ingin melindunginya agar tidakk hancur.
Setelah Gretel, Dare langsung menuntunnya menuju hutan.
Gretel tidak mengatakan sepatah kata apapun dan tetap dalam keadaan diam hingga
mereka tiba di tepi hutan lima belas menit kemudian.
“Hei, kenapa kau tidak mengatakan sepatah kata pun?” tanya
Dare penasaran.
Gretel hanya terdiam sambil menunduk.
“Apa kau bisu?” tanya Dare lagi.
Gretel menggelengkan kepalanya, membuat rambut hitam
panjangnya bergoyang.
“Hm, mungkin kau takut ya padaku?” Dare menhela napas, “Mungkin
ayah dan kakak ku memang menakutkan, tapi aku ini tidak seperti mereka. Yah,
walaupun aku tidak tahu siapa kau dan kenapa kau hars tinggal bersama kami,
tapi aku tidak bisa membiarkanmu ketakutan terus di rumahku.” Ujar Dare panjang
lebar.
Gretel masih terdiam, mencerna ucapan Dare, lalu ia
mengangkat kepalanya yang selalu tertunduk dan melihat wajah Dare yang
tersenyum tulus.
Dare kaget ketika mendapatkan reaksi dari Gretel dan ketika
ia melihat mata gadis kecil itu, ia tidak bisa melepaskan pandangannya dari
mata coklat indahnya.
“Siapa namamu?” tanya Dare spontan.
Gretel terdiam sesaat sebelum menjawab, “Gretel.” Ucapnya
dengan pelan.
“Hm, Gretel.” Dare berpikir nama itu agak lucu, seperti
nama-nama di dongeng, “Aku Daren, tapi panggil saja Dare.” Ucap Dare sambil
tersenyum lebar.
“Ayo, kita masuk ke hutan. Percayalah kau tidak mau
kutinggalkan sendiri bersama kakak dan ayahku.”
.
Hari terus berlalu, kini setelah beberapa bulan ,Gretel
berteman baik dengan Dare. Mereka sering ke hutan bersama dengan Jim, walaupun
remaja laki-laki itu tetap tidak suka keberadaan Gretel.
Pengacara keluarganya datang sebulan sekali untuk mengecek
keadaannya dan ia mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja karena ia masih
takut dengan Jared.
Jared adalah orang yang paling buruk yang pernah ditemui
Gretel selama hidupnya. Pria itu tidak pernah memberi nafkah pada kedua
anaknya, apalagi Gretel, selalu berteriak pada mereka dan meluapkan kemarahan pada
kedua anak laki-lakinya. Uang yang diberikan pengacaranya untuk biaya hidup
Gretel per bulannya dihabiskan untuk membeli alcohol dan membawa prostitusi ke
rumah. Hal ini membuat Gretel merasa tidak nyaman karena ia dibesarkan dalam
keluarga baik-baik. Dare dan Jim selalu berburu di hutan untuk makan, sedangkan
Gretel hanya mengamati dan mempelajari teknik kedua anak laki-laki itu.
“Dare, kau mau mengajariku berburu?” tanya Gretel penuh harap
ketika mereka selesai berburu. Dare mendapatkan dua tupai dan Jim mendapatkan
lima tupai, sedangkan Gretel hanya mengumpulkan beri liar.
“Kenapa tiba-tiba mau belajar?” Dare balik bertanya dengan
heran.
“Aku tidak bisa terus menerus mengandalkan kalian berdua.”
Ucap Gretel dengan getir, merasa dia sangat tidak berguna.
“Baiklah, mulai besok kau akan kuajari.” Ucap Dare dengan
cengiran khasnya. “Ngomong-ngomong nanti malam kau saja yang tidur di ranjang,
aku yang akan tidur di lantai.” Ucap Dare.
Gretel berhenti berjalan mendengar ucapan Dare. Akhir-akhir
ini Dare sering sekali menyerahkan ranjangnya pada Gretel, padahal mereka sudah
sepakat untuk gantian setiap malam. Merasa tidak enak hati, akhirnya Gretel
memngusulkan idenya.
“Kita tidur berdua saja, badanku kan kecil. Aku yakin kita
berdua pasti muat.” Ucap Gretel ragu-ragu.
“Tidak, aku tidur selalu berubah posisi, yang ada aku malah
menendangmu lagi.” Tolak Dare.
“Kalau kau tidak mau, aku tidak akan pernah mau tidur di
ranjang lagi.” Ancam Gretel. Ia tahu bahwa Dare terlalu baik dan ia berbohong
seperti itu.
Dare melihat Gretel dengan kaget lalu tertawa lepas,
bisa-bisanya Gretel mengancam hal konyol seperti itu. Tapi ia tahu Gretel akan
melakukannya, karena gadis kecil itu sangat keras kepala. “Baiklah, tapi tidak
jamin kau akan selamat dari tendanganku saat tidur.” Ancam Dare.
“Aku tidak takut.” Gretel pun menjulurkan lidahnya, mengejek
Dare. “Dare, kau tahu, teman sekelasku mengejek kita.” Ucap Gretel dengan
perasaan yang tiba-tiba berubah menjadi sedih.
“Mereka kita mengejek apa?” tanya Dare dengan antusias.
Gretel melirik Dare, bagaimana bisa ia diejek tapi tidak
merasa sedih. “Mereka menjuluki kita Hansel & Gretel yang ditelantarkan
ayahnya di hutan, karena namakui Gretel dan kita selalu terlihat di hutan.”
Jelas Gretel sedih.
Mendengar itu Dare tertawa, ia kira dijuluki dengan julukan
yang sangat jelek karena Gretel terlihat sangat sedih tapi malah dijuluki tokoh
dari dongeng.
Gretel menatapnya heran, “Kenapa kau tertawa?” tanya Gretel
heran.
“Aku pikir itu bukan julukan yang buruk, lagipula kita memang
hampir selalu berada di hutan kan, jadi kau jangan sedih.” Hibur Dare.
“Tapi aku tidak suka kalau mereka mengejek kita. Mereka
pikir, kita itu pecundang sama seperti ayahmu dan aku tidak suka ayahmu karena
dia selalu memukul dan merendahkan wanita.” ujar Gretel kesal tanpa menyadari
bahwa ia mengatakan ketidak sukaannya pada Jared.
Dare terdiam mendengar ucapan Gretel.
Ketika menyadari ucapannya dan melihat ekspresi sedih Dare,
Gretel menjadi merasa bersalah. “Maaf.” Ucap Gretel lirih.
Dare menggeleng, “Kau tak perlu minta maaf. Kau tahu, hidup
itu tidak adil tapi kau tidak boleh menyerah pada ketidak adilan itu. Asal kau
tahu, aku juga tidak suka ayahku. Dia selalu menelantarkan aku dan Jim. Aku
sama saja tidak punya ayah, yang aku punya hanya Jim.” Ucap Dare.
“Kau juga punya aku.” Ucap Gretel tanpa sadar.
“Dan kau punya aku.” Balas Dare sambil tersenyum.
Gretel menatap Dare, “Kita saling memiliki.” Gretel
tersenyum.
“Janji kau tidak akan pernah meninggalkanku?” tanya Dare,
mengulurkan jari kelingkingnya.
“Hn, aku tidak akan pernah meninggalkanmu.” Gretel juga
mengulurkan jari kelingkingnya dan mengaitkannya pada jari kelingking Dare.
“Dan aku akan selalu menjagamu.” Mereka saling membuat janji dan
tersenyum bersama.
.
Empat tahun telah berlalu sejak Gretel hidup bersama keluarga
Frost. Kini mereka hanya tinggal bertiga, karena Jim yang berusia sembilan
belas telah memutuskan untuk hidup sendiri. Sebenarnya ia menawarkan Dare untuk
tinggal bersamanya, tapi karena Dare tidak bisa meninggalkan Gretel hidup hanya
berdua bersama ayahnya maka Dare menolak tawaran itu.
Hidup bersama dengan Jared semakin sulit untuk Dare dan
Gretel. Amarah pria itu semakin tidak terkontrol dan ketika mereka berdua
melakukan sedikit kesalahan pada apa yang diperintahkan Jared, maka amarahnya
akan meledak saat itu juga dan Dare menjadi objek pelampiasannya. Cara Jared
memandang Gretel juga sudah mulai berubah, tapi Jared tak pernah melakukan
apapun pada Gretel karena itu akan membuatnya kehilangan hak asuh dan harta
milik Gretel.
Hari ini pun Jared tak bisa mengontrol amarahnya karena kalah
berjudi hingga membuatnya melampiaskan kemarahan pada Dare. Setelah puas
mencambuk, memukul dan menendang Dare, Jared langsung pergi entah kemana,
meninggalkan Dare yang terluka dan hanya bisa meringkuk di lantai menahan sakit.
Gretel sebenarnya tidak tega melihat Dare dipukuli, tapi jika
ia mencoba menghentikan Jared, Dare malah akan lebih terluka lagi, yang bisa
dilakukan Gretel hanya menagis dan merasa tidak berguna.
“Dare, maafkan aku.” Gretel menangis sambil meminta maaf akan
ketidak berdayaannya.
“Shh, jangan menangis.” Ucap Dare parau, mencoba bangkit dan
berjalan dibantu oleh topangan Gretel. Mereka berjalan menuju kamar dan Gretel
merebahkan Dare di ranjang lalu mulai mengolesi luka di tubuh Dare dengan salep
murah yang dibelinya diam-diam.
Setelah selesai mengolesi luka dan yakin bahwa Dare telah
tertidur, Gretel keluar untuk mencari udara segar. Kakinya melangkah dan
membawanya ke tepi hutan yang masih berselimutkan salju walaupun musim dingin
akan segera berakhir. Tanpa pikir panjang ia memasuki hutan yang mulai gelap
karena senja, hanya di hutan dia bisa merasa tenang. Tak aka nada Jared yang
bisa melukainya disini, itu yang paling disukainya dari hutan.
Gretel keluar dari hutan saat hari menjadi gelap. Ia
melangkahkan kaki dengan keputusasaan, tak sanggup terus hidup untuk melihat
penganiayaan yang dilakukan Jared terhadap Dare dan hanya melihatnya dengan tak
berdaya dan tak berguna.
Langkah kakinya terhenti saat melihat keramaian di tengah
jalan. Rasa penasarannya membuatnya mendekati kerumunan tersebut dan melihat
apa yang terjadi. Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika melihat Dare
tergeletak di aspal dengan berlumuran darah. Tanpa berpikir, Gretel langsung
menghambur ke tubuh Dare, ia menangis dan terus memanggil Dare.
“Dare, bangun!” seperti kehilangan akal, hanya itulah yang
lakukan hingga petugas medis menyingkirkannya dan membawa Dare ke rumah sakit.
.
Betapa bencinya Gretel terhadap rumah sakit, ia kehilangan
orang tuanya disini dan ia juga tidak mau kehilangan Dare di tempat ini.
Dia duduk di depan ruang gawat darurat, menunggu Jim datang
karena Jared sama sekali tidak bisa dihubungi. Betapa khawatirnya Gretel pada
kondisi Dare, bagaimana ia bisa tertabrak mobil ketika terakhir ia melihatnya
Dare sedang tertidur di kamarnya. Yang bisa dilakukan Gretel hanya berdoa pada
tuhan untuk melindungi Dare.
Ketika larut dalam doanya, tiba-tiba tubuh Gretel terpojok di
bangku yang ia duduki dan ada dua tangan yang mencengkram erat bahunya.
“Katakan apa yang sebenarnya terjadi pada Dare?” tanya Jim
dengan kasar, memperkuat cengkramannya pada bahu Gretel hingga membuatnya
meringis kesakitan.
“A-aku tidak tahu, Jim.” Jawab Gretel ketakutan. Gretel tak pernah bisa mengerti bagaimana bisa Dare
mempunyai ayah dan kakak yang kasar, sedangkan Dare sendiri adalah orang yang
baik.
“Ah, bullshit! Ini semua gara-gara kau! Pergi dari
hadapanku!” bentak Jim.
Gretel yang ketakutan hanya mengikuti perintah Jim. Ia
berlari di lorong sambil sesekali tersandung kakinya sendiri. Berlari sejauh
mungkin dari Jim yang sedang marah. Ia tahu bahwa sejak awal Jim tidak
menyukainya, tapi Jim belum pernah membentaknya seperti itu, dulu Jim hanya
akan mengabaikannya.
Saat tiba di rumah, pintu depan sudah terbuka. Gretel masuk
dengan hati-hati, dan melihat Jared tergeletak di lantai ruang tamu. Gretel
menghampiri Jared dan mengguncang-guncang tubuhnya gar bangun.
“Paman, kau harus bangun. Dare mengalami kecelakaan.” Ucap
Gretel. Ia tahu pasti Jared tidak akan pesuli pada keadaan Dare, tapi pemikiran
seorang anak yang masih polos seperti dirinya mengatakan bahwa seburuk apapun
orang tua pasti akan khawatir ketika anaknya dalam keadaan kritis.
Gretel terus mencoba membangunkan Jared, dan akhirnya setelah
beberapa guncangan Jared merespon.
“Apa?” tanyanya kasar, bau alcohol tercium jelas darinya.
“Dare kecelakaan.” Jawab Gretel.
“Apa? Kau mau menemaniku?” ucap Jared melenceng, jelas sekali
bahwa ia sedang mabuk. Jared mulai bangkit dan memeluk Gretel. Gretel yakin,
bahwa Jared tidak sadar apa yang sedang dilakukannya karena jika Jared dalam
keadaaan sadar, ia akan mempertimbangkan hal ini seribu kali karena ia sangat
menginginkan harta warisan Gretel.
Merasa ketakutan, Gretel berontak dalam pelukan Jared yang
makin erat. Akhirnya Gretel menggigit lengan Jared dengan kuat hingga Jared
menjerit kesakitan dan melepas pelukannya, membuat Gretel bisa melepaskan diri
dari Jared.
“Bocah sialan, berani sekali kau!” teriak Jared marah.
Gretel berusaha lari menuju pintu, tapi langkah kakinya yang kecil
tak sebanding dengan langkah Jared, hingga membuatnya tertangkap lagi oleh
Jared. Kali ini Gretel dibanting ke lantai dan Jared mencoba menciumnya, Gretel
terus menangis sambil meronta-ronta dan menggapai barang yang bisa
dijangkaunya.
Akhirnya tangan mungil Gretel berhasil menggapai perabot
keramik, ia langsung mengibaskan piring keramik itu ke kepala Jared hingga
keramik tersebut pecah. Jared terlihat kesakitan, tapi tidak melepas kunciannya
pada Gretel, akhirnya Gretel mengambil pecahan keramik tersebut dan
menusukannya pada tangan Jared beberapa kali hingga lukanya melebar dan Jared
melepaskan kunciannya.
Gretel berlari keluar dan meminta tolong, tetapi karena malam
sudah sangat larut tidak ada orang yang datang. Dengan tenaga yang ia miliki
Gretel berlari menuju hutan sambil sesekali melihat Jared yang mengejar
dibelakangnya. Gretel terus masuk ke dalam hutan yang gelap dan licin,
adrenalinnya terus berpacu dan membawanya berlari hingga ia tergelinccir dan
jatuh berguling ke jurang dan kepalanya membentur batu sebelum ia tercebur ke
dalam sungai yang sangat dingin dan mengalir deras.
.
Dare membuka matanya yang terasa berat, sedikit demi sedikit
matanya menangkap cahaya yang menyilaukan. Ia mengerjapkan matanya beberapa
kali untuk membiasakan matanya terhadap cahaya tersebut. Setelah melihat dengan
jelas, ia bingung bukan berada di kamarnya, kepalanya pun terasa lebih
menyakitkan dari yang ia ingat.
“Dare, kau sudah sadar!” seru Jim, muncul dihadapan Dare.
“Ugh, aku ada dimana?” tanya Dare.
“Kau di rumah sakit, kecelakaan.” Jawab Jim singkat.
Tiba-tiba otak Dare mengingat kejadian itu. Ketika ia
terbangun dari tidurnya, ia sendirian. Tak ada Gretel di manapun. Dare tahu,
pasti Gretel pergi ke hutan, tapi hari yang sudah gelap membuat Dare menjadi
cemas, jadi ia memaksakan diri untuk bangun dan menyusul Gretel ke hutan. Tapi
saat ia menyebrang jalan, ia tertabrak sebuah mobil dan dia tidak mengingat
apa-apa lagi.
“Dimana Gretel?” tanya Dare khawatir.
“Tak usah khawatir, dia baik-baik saja.” Jawab Jim, mencoba
membuat Dare tenang.
Dare memijit pelipisnya,mencoba meredakan nyeri di kepalanya.
“Sudah berapa lama aku disini?” tanya Dare.
“Empat hari.”
“Wow, lama sekali aku tidur.” Ucap Dare kagum pada dirinya
sendiri.
“Dasar baby bro bodoh. Aku mau panggilkan dokter dulu.” Ucap
Jim lalu keluar menuju nurse station.
.
Seminggu berlalu dan Dare diperbolehkan pulang. Selama
seminggu pula Dare tidak bertemu Gretel. Dia tahu bahwa kakaknya pasti melarang
Gretel datang ke rumah sakit mengingat kakaknya benci sekali dengan Gretel. Ia
heran pada kakaknya, bagaimana bisa ia membenci Gretel yang selalu baik
padanya.
Setibanya di rumah, suasana begitu sepi. Tak ada tanda-tanda
orang berada di rumah.
“Ah, dimana gadis itu. Aku pulang dia malah tidak ada.” Dare
melihat jam yang menunjukan pukul empat sore, “Sekolah usai, pasti dia di
hutan.” Gumam Dare yang hendak menyusulnya ke hutan.
“Dare.” Jim meraih tangan Dare dan menahannya pergi.
Dengan heran Dare memandang Jim penuh pertanyaan, “Ada apa?”
“Dia tidak ada disana.”
“Lalu dimana?” Dare bingung, jika bukan di hutan kemana lagi
Gretel akan pergi?
“Dia hilang.”
“Apa maksudmu dia hilang?”
Jim langsung menceritakan kejadian yang telah terjadi selama
Dare koma. Polisi bercerita bahwa para tetangga mendengar Gretel berteriak
minta tolong dan Jared mengejarnya sampai ke hutan, lalu Gretel yang jatuh ke
jurang dan terbawa arus sungai dan ayahnya yang sedang ditahan.
“Dia terbawa arus dan tidak bisa ditemukan. Polisi menduga
bahwa ia telah meninggal karena hipotermia dan jasadnya tenggelam.”
“Tidak mungkin.” Dare tidak percaya dengan semua yang
dikkatakan Jim, “Tidak mungkin!” teriak Dare marah lalu berlari menuju hutan.
Jim tak bisa mengejar Dare yang melesat pergi begitu saja.
“Gretel!” panggil Dare ketika tiba di dalam hutan.
“Gretel, aku tahu kau disini. Cepat keluar!”
Tak ada jawaban, hanya suara burung yang terbang di langit
dan suara binatang di hhutan.
“Gretel!” panggil Dare sekuat tenaga tapi hutan tetap hening.
“Tidak…Tidak…” Dare mulai meracau, Jim yang baru berhasil
menyusulnya hanya memandangnya dengan penyesalan.
Tiba-tiba Dare kehilangan kekuatannya, ia jatuh terduduk di
hutan. Ia menangis untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun. Dunia
benar-benar tidak adil karena merenggut satu-satunya yang paling ingin ia
lindungi. Satu-satunya yang bisa membuatnya tersenyum tulus dan melupakan
betapa tidak adilnya dunia ini.
Takdir benar-benar mengejeknya. Janji yang dibuatnya disini,
dihutan ini. Berakhir pula di tempat yang sama, ditempat yang paling dicintainya.
‘The End’
A/N: sebenernya cerita ini prolog dari cerita yang pengen aku
buat, tapi berhubung aku belum sempet buat lanjutannya jadi aku post prolognya
aja. Tunggu kelanjutan ceritanya ya J