Rabu, 03 April 2013

Cinta Tak Sampai (Original Story) Female Version


Cinta Tak Sampai



By Winna Cesa

WARNING!!
DILARANG MEMPLAGIAT,MENG-CO-PAS DAN MEMPUBLISH CERITA INI TANPA SEPENGETAHUAN AUTHOR UNTUK MENGHARGAI KERJA KERAS AUTOR DALAM MENUANGKAN IDENYA DI CERITA INI. THANKS J
.
Cinta adalah keabadian
Dan kenangan adalah hal terindah yang pernah dimiliki
.

‘Aku tidak percaya dengan yang semua ia katakana, itu tak mungkin terjadi. Bagaimana mungkin Raffa yang baik dan pengertian melakukan hal semacam itu?’ pikiran Hana terus saja menolak apa yang barusan dikatakan oleh kekasihnya―Raffael. Semakin banyak ia berfikir, pandangannya semakin berkabut. Akhirnya dengan susah payah agar tidak menjatuhkan air matanya, ia berkata. “Jadi yang selama ini kau lakukan hanya demi taruhan.”

Tak ada respon sama sekali dari Raffael, hanya terlihat rahanggya yang mengeras dengan pandangan dingin tak berekspresi, menandakan bahwa semua yang ia katakana benar adanya, bukan hanya sekedar lelucon yang sering ia lontarkan pada Hana.

“Haha. Ternyata itu memang benar.” Hana tertawa hambar, menertawakan kebodohannya selama ini yang begitu mudahnya menelan ucapan laki-laki di depannya.

Tiba-tiba air matanya menitik satu-persatu dan semakin derang mengalir di wajah putih pucatnya. Tanpa belas kasihan Raffael meninggalkan Hana begitu saja tanpa sepatah kata pun.

Merasa marah dan dikhianati, Hana tak bisa membendung tangisannya dan terjongkok untuk menangis terisak. Menangisi semua kebodohannya untuk jatuh cinta pada laki-laki brengsek seperti Raffael, dan Hana menangis hingga tidak ada air mata yang keluar lagi dari mata indahnya.

((foreverlove))

Seminggu pertama semenjak dirinya putus dengan Raffael, Hana terus menangis dan terus-menerus  mengutuk nama Raffael.

Bagaimana mungkin pemuda itu membuatnya berpaling dari tokoh kekasih idamannya di dunia dua dimensi dan membuatnya mencintai laki-laki itu. Tidak seperti kejadian-kejadian sebelumnya, ketika seseorang mendekati Hana, pasti dia tidak perduli pada siapa pun orang itu, termasuk Alfin―ketua tim basket, yang digilai siswi seantero sekolah.  Dan Hana berjanji mulai saat ini dia tidak akan berurusan lagi dengan semua laki-laki dari dunia tiga dimensi, karena mereka hanya bisa membuat sakit hati, terutama Raffael.

Saat para sahabatnya tahu berita bahwa ia telah berpisah dengan Raffael dan menanyakan bahwa gossip Raffael yang memutuskannya, membuat mereka sangat marah dan ingin mendatangi laki-laki itu dan menghajarnya. Tapi Hana melarang mereka karena akan berakibat fatal jika pihak sekolah tahu, jadi ia meminta para sahabatnya untuk tetap diam, walaupun Hana tahu bahwa mereka tidak rela dengan keputusan yang dibuat oleh Hana.

((foreverlove))

Hari demi hari berlalu berganti menjadi minggu dan bulan. Walaupun mati-matian Hana mencoba untuk melupakan Raffael, tampaknya hal tersebut berujung sia-sia. Setiap mendapat kesempatan untuk melamun hal yang dipikirkan hanyalah Raffael, cinta dan penghianatan.

Rasanya sangat sulit ketika mencintai seseorang bersamaan dengan kita membencinya. Rasanya begitu sesak hingga sulit bernafas.

Hampir setiap hari berpapasan dengan Raffael di tangga ataupun kantin juga tidak membantu. Itu hanya membuat Hana ingin meminta penjelasan dari laki-laki itu. Tapi setiap kali mereka berpapasan dan ketika Hana ingin memanggilnya, Raffael bahkan tidak menoleh kearahnya dan seolah-olah Hana tidak pernah eksis di sekolah ini. Hal ini membuat Hana menjadi semakin sedih.

Di saat sedih itu, munculah Davi. Walaupun mereka satu kelas, tapi Hana tidak pernah akrab dengan laki-laki itu. Dan Davi menghapus jarak tersebut dengan insiden penyitaan komik. Disitulah Hana mulai bicara pada Davi dan ternyata mereka punya hobi sama―membaca komik, mendengarkan J-POP dan segala hal berbau anime. Mereka menjadi akrab dan Hana sering tertawa dengan tingkah konyol Davi.

((foreverlove))

Dua tahun berlalu, tapi luka yang ditorehkan Raffael masih membekas dihati Hana, begitupula dengan kasih sayang yang telah diberikan laki-laki itu. Semuanya masih segar dalam ingatan Hana.

Tak dipungkiri oleh Hana, dia masih mencintai Raffael, cinta pertamanya. Dalan komik yang sering dibacanya, cinta pertama adalah suatu hal yang sangat manis. Hana setuju dengan itu, tapi ia juga berfikir cinta pertama terasa pahit. Ingin sekali ia mempunyai kisah cinta seperti di komik Shoujo yang setia ia baca, tapi itu sama sekali tidak mungkin. Di dunia ini tidak ada hal yang berjalan semulus cerita fiksi.

Dalam hari-hari terakhir masuk sekolah, membuat Hana selalu memperhatikan gerak-gerik Raffael. Sepengetahuan Hana, sejak putus darinya, Raffael tidak pernah pacaran dengan orang lain. Tapi, walaupun begitu, banyak sekali siswi yang menempel padanya dan itu membuat Hana sedih.

Seperti hari ini, diam-diam Hana melihat Raffael bermain basket dengan siswa lain dan banyak siswi yang menyemangati raffael dan meneriaki namanya dengan histeris. Hana hanya memutar matanya―bosan, tipikal fansgirl. Batinnya.

Saat itulah mata Hana bertemu mata Raffael, tapi sedetik kemudian Raffael memalingkan wajahnya, seolah tak melihat dirinya. Perasaan teriris dihatinya kembali muncul dan ia tak menunggu sampai siswa berhenti bermain untuk pulang.

Hana berjalan dengan perlahan menuju gerbang sekolah, tak peduli bahwa langit sore menjadi mendung. Hana melihat ke langit ketika merasakan rintik hujan menghantam wajahnya. Dengan sama perlahannya, dia mengeluarkan payung dari tas selempangnya dan memakainya, hujan menjadi deras. Dan walaupun Hana sudah memakai payung, tapi wajahnya tetap basah―dia menangis.

((foreverlove))

Hari terakhir masuk sekolah, merupakan hari terakhir kesempatan memperbaiki hubungan yang rusak dengan Raffael. Walaupun Hana tidak punya harapan muluk bahwa Raffael akan kembali padanya, tapi ia berharap bahwa ia dan Raffael setidaknya bisa berteman. Dan hari ini Hana memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Raffael.

Saat para sahabatnya mengajak Hana untuk merayakan kelulusan, Hana menyuruh sahabatnya untuk pergi duluan dan ia akan menyusul. Ia berniat akan menunggu Raffael di depan gerbang sekolah.
Cukup lama Hana menunggu hingga membuatnya bosan, kemudia ia melihat Raffael menuju gerbang. Senyum di wajah Hana mengembang, tapi secara tiba-tiba Davi muncul dihadapannya, membuatnya terhalangi untuk melihat Raffael. Akhirnya dengan berat hati Hana bicara dengan Davi.

Secara tak terduga, Davi menyatakan cintanya pada Hana. Tentu saja Hana terkejut, pasalnya ia sudah menganggap Davi sebagai saudaranya, dan rasa sayang yang ia rasakan hanyalah sayang terhadap saudara. Jadi dengan berat hati Hana menolak Davi, tapi Davi menerimanya dengan lapang dada karena ia tahu bahwa Hana masih memiliki perasaan pada Raffael. Davi bilang bahwa jika ia tidak mengutarakan perasaannya ia akan menyesal seumur hidup dan Hana menghormati itu. Ia memeluk Davi dan berjanji bahwa hubungan mereka tidak akan pernah berubah, karena mereka saudara.

Setelah itu Davi pergi dan Hana melanjutkan menunggu Raffael, tapi Raffael menghilang dan tak pernah muncul. Sekali lagi, Hana menelan kekecewaan karena Raffael. Kata-kata Davi terngiang di kepala Hana, ia pasti akan menyesali terus kejadian hari ini karena kesempatan terakhirnya hilang. Tapi mungkin itu memang jalan yang ditakdirkan oleh Tuhan. Jadi dengan kecewa Hana meninggalkan gerbang sekolah bersamaan dengan pupusnya kesempatan memperbaiki hubungan yang telah lama rusak. Tapi, ia akan terus mengingat kenangan akan cintanya disekolah ini, bersama Raffael―cinta yang terasa manis sekaligus pahit baginya, selamanya.

‘The End’

(19/03/2013)
(00.52 A.M)

Tiada hari tanpa menggalau, itulah saya, jadi cerita yang dibuat pun ikut menggalau. Bagian akhir cerita ini diambil dari pengalaman seseorang (tebaksiapa) dan cerita ini dibuat untuk mengenang seseorang yang pernah singgah dihati (halahlebay) dengan inisial 'I' dan untuk seseorang yang setia menemani dengan inisial 'Y'. Hope you like it :-)

Deepest Regret (Original Story) Male Version


DEEPEST REGRET


By Winna Cesa

WARNING!!
DILARANG MEMPLAGIAT,MENG-CO-PAS DAN MEMPUBLISH CERITA INI TANPA SEPENGETAHUAN AUTHOR UNTUK MENGHARGAI KERJA KERAS AUTOR DALAM MENUANGKAN IDENYA DI CERITA INI. THANKS J
.
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu, hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi
.

“Jadi, semua yang kau lakukan selama ini hanya demi taruhan.” suaranya begitu lirih dengan bibir yang bergetar dan air mata yang membendung di kelopak matanya.

Aku hanya mematung dan terdiam, tak menanggapi pernyataannya. Melihat ekspresi terluka di wajahnya membuat hatiku terasa seperti dihantam palu, sakit. Tapi aku tahu, dia merasa lebih sakit karena merasa telah dikhianati.

“Haha. Ternyata itu memang benar.” dia tertawa hambar dengan ai mata yang mulai menetes satu demi satu hingga membuat sebuah aliran yang deras.

Melihat air matanya yang terus mengalir membuatku ingin memeluk dan merangkulnya saat itu juga lalu mengatakan bahwa semua itu tidak benar, tapi aku tidak melakukan itu. Lebih tepatnya aku tidak bisa, karena aku tidak bisa melanggar janjiku sendiri. Dengan hati tercabik, aku berbalik dan meninggalkannya yang mulai  terisak. Aku baru saja membuat gadis yang kusayangi terluka demi sebuah persahabatan.

((deepestregret))

Kabar bahwa aku putus dengan Hana menyebar dengan cepat diseluruh penjuru sekolah. Banyak siswi yang langsung menanyaiku langsung tentang hal tersebut dan kujawab dengan anggukan serta senyuman―senyum palsu. Para siswi terlihat senanag dengan berita tersebut, mereka malah mendukung aku putus dengan Hana dan mulai menjelek-jelekkan nama Hana di depanku. Ingin aku membentak mereka semua dan mengatakan bahwa apa yang mereka semua katakana tentang Hana tidak benar, tapi lagi-lagi aku tidak melakukan apa-apa kecuali berdehem untuk membuat mereka berhenti bicara.

Para siswa, terutama sahabatku juga senang mendengar berita tersebut walau mereka kalah taruhan. Ya, aku diberi tantangan untuk membuat Hana jatuh cinta padaku, lalu aku membuangnya. Hal yang ironis terjadi ketika aku juga jatuh cinta dengannya. Dia gadis yang baik, polos walaupun terlihat seperti tidak perduli pada orang yang tidak dekat dengannya. Para sahabatku salah mengartikan semua sifat hana dengan hal negative, seperti arogan.

"Raf, certain gimana waktu lu mutusin dia.” seru Alfin yang kini sudah duduk dihadapanku setelah mengusir para siswi yang tadi mengerubungiku.

“Nangis.” seruku singkat.

“Masa’ nangis doing si, gak marah-marah? Dia kan galak.” tanya Glen penasaran.

“Cuma nangis doang, jadi gue langsung tinggalin dia.” jawabku seolah tidak perduli pada keadaan Hana dan mencoba tidak menyiratkan bahwa aku tidak menyesal telah membuatnya menangis.

Para sahabatku―Alfin, Glen, Andre dan Donny, tertawa dengan keras mendengar jawabanku. Aku memaksakan diri untuk ikut tertawa bersama mereka, berpura-pura bahwa ituadalah  hal yang lucu.

“Gila, gue pengen banget liat tuh cewek nangis.” komentar Alfin dengan semangat. Diantara semua sahabatku, Alfinlah yang paling membenci Hana karena pernah ditolak di depan para siswa dan siswi sekolah.
“Gue juga!” seru Glen, Andre dan Donny setuju komentar Alfin. Dan sisa waktu istirahat kami habiskan dengan menertawakan Hana yang sekarang pasti sedang patah hati.

((deepestregret))

Hari-hari terasa begitu lambat dan menyesakkan. Walaupun insiden dengan Hana telah berlalu selama tiga bulan, tapi rasanya seperti baru kemarin saja terjadi. Hatiku selalu dihinggapi perasaan tidak tenang dan rasa bersalah. Setiap malam aku hanya memikirkan wajah Hana yang menangis dan membuatku tak bisa tidur. Di sekolah juga tak membantu karena aku sering berpapasan dengannya, dan setiap berpapasan dia selalu melihat kearahku. Aku selalu bertanya-tanya, dengan tatapan seperti apa ketika dia menatapku, tapi jawaban itu tak akan pernah aku tahu jawabannya karena aku berpura-pura bahwa aku tidak melihatnya, karena aku tidak bisa melihat matanya.

Walaupun aku tak bisa melihat matanya, tapi diam-diam aku selalu memperhatikannya dari jauh. Akhir-akhir ini dia menjadi ceria kembali dan dia sedang akrab dengan seorang siswa dari kelasnya, namanya Davi, dan itu membuatku cemburu.

Yah, aku memang laki-laki brengsek yang sudah menyakiti hati gadis yang kucintai dan dengan egois aku masih ingin memilikinya. Tapi aku sadar, aku tidak akan pernah bisa menggapainya lagi karena dengan bodohnya dia telah kudorong menjauh. Jadi dengan berat hati aku menyaksikannya tersenyum karena laki-laki lain.

((deepest regret))

Dua tahun berlalu, tapi aku masih tidak bisa melupakannya dan aku yakin aku tidak akan pernah melupakannya, cinta pertamaku―Hana. Semakin jauh aku mencintainya, semakin dalam kesepian yang kurasakan.

Aku masih dengan setia mengamatinya dari jauh. Melihatnya melupakanku membuatku merasa lega sekaligus sakit. Aku tidak pernah berfikir bahwa permainan yang kubuat dua tahun lalu untuk menghukum seorang gadis malah berakibat kesengsaraan pada diriku sendiri.

Dia kembali ke Hana yang dulu―Hana yang terobsesi pada pemuda yang hidup di dunia dua dimensi. Tak ada satu pun dari sahabatnya yang berkomentar lagi tentang obsesinya itu, takut ia terluka lagi. Tapi Davi, masih setia menemani Hana dan membuatnya tertawa dan dia masih menunggu Hana hingga saat ini.

Aku sering berandai-andai, bagaimana jika aku bisa kembali ke masa lalu dan menolak permintaan busuk dari sahabat bodohku. Apakah kita akan mempunyai kisah berbeda? Apakah kita akan bahagia? Argh! Rasanya kepalaku serasa mau pecah memikirkan Hana.

Sebenarnya hari ini aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Hana, karena aku tahu ini adalah kesempatan terakhirku untuk meminta maaf padanya karena hari ini adalah hari kelulusan. Besok dan seterusnya aku tak yakin apa aku akan punya kesempatan bertemu dengannya.

((deepestregret))

Aku melihatnya berdiri di depan gerbang, seolah dia menunggu seseorang. Dia menunduk dan menghentakkan menggoyangkan telapak kakinya, gesture tubuh saat dia merasa bosan menunggu, tapi ia tetap berada disana.

Aku segera menghampirinya, tahu bahwa ini benar-benar menjadi kesempatan teerakhirku. Sekarang atau tidak sama sekali. Tapi saat aku mendekat, ada seseorang yang mendahuluiku. Dia memanggil Hana dan tersenyum padanya, dibalas senyuman hangat Hana dan saat itu harapanku untuk mendapatkan Hana kembali telah pupus. Dia menunggu Davi, mungkin mau mengutarakan cintanya pada Davi, karena aku yakin bahwa Hana memendam perasaan pada Davi. Alasannya sangat jelas, Hana tidak tersenyum hangat pada orang yang tidak disayanginya.

Dengan gontai aku kembali ke kelasku, merenungi semua yang telah kuperbuat.

Aku mendesah panjang, menyesali tindakan pengecutku dengan menyia-nyiakan waktu dua tahun dan berakhir menyedihkan seperti ini. Hah, jika sahabatku tahu aku seperti ini, aku yakin pasti mereka menertawakanku, terutama Alfin.

Pada akhirnya aku hanya bisa menangis sendirian sambil menatapi foto Hana yang ada di dompetku. Mulai saat ini aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan melihat lagi kebelakang, aku akan terus maju seperti halnya Hana yang telah lama terbebas dari ingatanku. Tapi aku tak akan pernah melupakan cinta pertamaku yang terasa pahit dan akan kukenang dalam hatiku. Dan untuk terakhir kalinya aku melihat foto Hana yang tersenyum, lalu memasukan ke dalam dompetku di tempat yang terdalam karena saat ini ia hanyalah bayangan semu yang tak akan pernah bisa kuraih.

‘The End’

(18/03/2013)
(11.30 P.M)

Well, ini adalah karya saya yang sedang menggalau karena skripsi, jadi ceritanya rada aneh. Ini ngambil dr POV sang cowok, ada jg versi POV sang cewek. Cerita terinspirasi entah dari mana. Hahaha XD