Rabu, 03 April 2013

Deepest Regret (Original Story) Male Version


DEEPEST REGRET


By Winna Cesa

WARNING!!
DILARANG MEMPLAGIAT,MENG-CO-PAS DAN MEMPUBLISH CERITA INI TANPA SEPENGETAHUAN AUTHOR UNTUK MENGHARGAI KERJA KERAS AUTOR DALAM MENUANGKAN IDENYA DI CERITA INI. THANKS J
.
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu, hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi
.

“Jadi, semua yang kau lakukan selama ini hanya demi taruhan.” suaranya begitu lirih dengan bibir yang bergetar dan air mata yang membendung di kelopak matanya.

Aku hanya mematung dan terdiam, tak menanggapi pernyataannya. Melihat ekspresi terluka di wajahnya membuat hatiku terasa seperti dihantam palu, sakit. Tapi aku tahu, dia merasa lebih sakit karena merasa telah dikhianati.

“Haha. Ternyata itu memang benar.” dia tertawa hambar dengan ai mata yang mulai menetes satu demi satu hingga membuat sebuah aliran yang deras.

Melihat air matanya yang terus mengalir membuatku ingin memeluk dan merangkulnya saat itu juga lalu mengatakan bahwa semua itu tidak benar, tapi aku tidak melakukan itu. Lebih tepatnya aku tidak bisa, karena aku tidak bisa melanggar janjiku sendiri. Dengan hati tercabik, aku berbalik dan meninggalkannya yang mulai  terisak. Aku baru saja membuat gadis yang kusayangi terluka demi sebuah persahabatan.

((deepestregret))

Kabar bahwa aku putus dengan Hana menyebar dengan cepat diseluruh penjuru sekolah. Banyak siswi yang langsung menanyaiku langsung tentang hal tersebut dan kujawab dengan anggukan serta senyuman―senyum palsu. Para siswi terlihat senanag dengan berita tersebut, mereka malah mendukung aku putus dengan Hana dan mulai menjelek-jelekkan nama Hana di depanku. Ingin aku membentak mereka semua dan mengatakan bahwa apa yang mereka semua katakana tentang Hana tidak benar, tapi lagi-lagi aku tidak melakukan apa-apa kecuali berdehem untuk membuat mereka berhenti bicara.

Para siswa, terutama sahabatku juga senang mendengar berita tersebut walau mereka kalah taruhan. Ya, aku diberi tantangan untuk membuat Hana jatuh cinta padaku, lalu aku membuangnya. Hal yang ironis terjadi ketika aku juga jatuh cinta dengannya. Dia gadis yang baik, polos walaupun terlihat seperti tidak perduli pada orang yang tidak dekat dengannya. Para sahabatku salah mengartikan semua sifat hana dengan hal negative, seperti arogan.

"Raf, certain gimana waktu lu mutusin dia.” seru Alfin yang kini sudah duduk dihadapanku setelah mengusir para siswi yang tadi mengerubungiku.

“Nangis.” seruku singkat.

“Masa’ nangis doing si, gak marah-marah? Dia kan galak.” tanya Glen penasaran.

“Cuma nangis doang, jadi gue langsung tinggalin dia.” jawabku seolah tidak perduli pada keadaan Hana dan mencoba tidak menyiratkan bahwa aku tidak menyesal telah membuatnya menangis.

Para sahabatku―Alfin, Glen, Andre dan Donny, tertawa dengan keras mendengar jawabanku. Aku memaksakan diri untuk ikut tertawa bersama mereka, berpura-pura bahwa ituadalah  hal yang lucu.

“Gila, gue pengen banget liat tuh cewek nangis.” komentar Alfin dengan semangat. Diantara semua sahabatku, Alfinlah yang paling membenci Hana karena pernah ditolak di depan para siswa dan siswi sekolah.
“Gue juga!” seru Glen, Andre dan Donny setuju komentar Alfin. Dan sisa waktu istirahat kami habiskan dengan menertawakan Hana yang sekarang pasti sedang patah hati.

((deepestregret))

Hari-hari terasa begitu lambat dan menyesakkan. Walaupun insiden dengan Hana telah berlalu selama tiga bulan, tapi rasanya seperti baru kemarin saja terjadi. Hatiku selalu dihinggapi perasaan tidak tenang dan rasa bersalah. Setiap malam aku hanya memikirkan wajah Hana yang menangis dan membuatku tak bisa tidur. Di sekolah juga tak membantu karena aku sering berpapasan dengannya, dan setiap berpapasan dia selalu melihat kearahku. Aku selalu bertanya-tanya, dengan tatapan seperti apa ketika dia menatapku, tapi jawaban itu tak akan pernah aku tahu jawabannya karena aku berpura-pura bahwa aku tidak melihatnya, karena aku tidak bisa melihat matanya.

Walaupun aku tak bisa melihat matanya, tapi diam-diam aku selalu memperhatikannya dari jauh. Akhir-akhir ini dia menjadi ceria kembali dan dia sedang akrab dengan seorang siswa dari kelasnya, namanya Davi, dan itu membuatku cemburu.

Yah, aku memang laki-laki brengsek yang sudah menyakiti hati gadis yang kucintai dan dengan egois aku masih ingin memilikinya. Tapi aku sadar, aku tidak akan pernah bisa menggapainya lagi karena dengan bodohnya dia telah kudorong menjauh. Jadi dengan berat hati aku menyaksikannya tersenyum karena laki-laki lain.

((deepest regret))

Dua tahun berlalu, tapi aku masih tidak bisa melupakannya dan aku yakin aku tidak akan pernah melupakannya, cinta pertamaku―Hana. Semakin jauh aku mencintainya, semakin dalam kesepian yang kurasakan.

Aku masih dengan setia mengamatinya dari jauh. Melihatnya melupakanku membuatku merasa lega sekaligus sakit. Aku tidak pernah berfikir bahwa permainan yang kubuat dua tahun lalu untuk menghukum seorang gadis malah berakibat kesengsaraan pada diriku sendiri.

Dia kembali ke Hana yang dulu―Hana yang terobsesi pada pemuda yang hidup di dunia dua dimensi. Tak ada satu pun dari sahabatnya yang berkomentar lagi tentang obsesinya itu, takut ia terluka lagi. Tapi Davi, masih setia menemani Hana dan membuatnya tertawa dan dia masih menunggu Hana hingga saat ini.

Aku sering berandai-andai, bagaimana jika aku bisa kembali ke masa lalu dan menolak permintaan busuk dari sahabat bodohku. Apakah kita akan mempunyai kisah berbeda? Apakah kita akan bahagia? Argh! Rasanya kepalaku serasa mau pecah memikirkan Hana.

Sebenarnya hari ini aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Hana, karena aku tahu ini adalah kesempatan terakhirku untuk meminta maaf padanya karena hari ini adalah hari kelulusan. Besok dan seterusnya aku tak yakin apa aku akan punya kesempatan bertemu dengannya.

((deepestregret))

Aku melihatnya berdiri di depan gerbang, seolah dia menunggu seseorang. Dia menunduk dan menghentakkan menggoyangkan telapak kakinya, gesture tubuh saat dia merasa bosan menunggu, tapi ia tetap berada disana.

Aku segera menghampirinya, tahu bahwa ini benar-benar menjadi kesempatan teerakhirku. Sekarang atau tidak sama sekali. Tapi saat aku mendekat, ada seseorang yang mendahuluiku. Dia memanggil Hana dan tersenyum padanya, dibalas senyuman hangat Hana dan saat itu harapanku untuk mendapatkan Hana kembali telah pupus. Dia menunggu Davi, mungkin mau mengutarakan cintanya pada Davi, karena aku yakin bahwa Hana memendam perasaan pada Davi. Alasannya sangat jelas, Hana tidak tersenyum hangat pada orang yang tidak disayanginya.

Dengan gontai aku kembali ke kelasku, merenungi semua yang telah kuperbuat.

Aku mendesah panjang, menyesali tindakan pengecutku dengan menyia-nyiakan waktu dua tahun dan berakhir menyedihkan seperti ini. Hah, jika sahabatku tahu aku seperti ini, aku yakin pasti mereka menertawakanku, terutama Alfin.

Pada akhirnya aku hanya bisa menangis sendirian sambil menatapi foto Hana yang ada di dompetku. Mulai saat ini aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan melihat lagi kebelakang, aku akan terus maju seperti halnya Hana yang telah lama terbebas dari ingatanku. Tapi aku tak akan pernah melupakan cinta pertamaku yang terasa pahit dan akan kukenang dalam hatiku. Dan untuk terakhir kalinya aku melihat foto Hana yang tersenyum, lalu memasukan ke dalam dompetku di tempat yang terdalam karena saat ini ia hanyalah bayangan semu yang tak akan pernah bisa kuraih.

‘The End’

(18/03/2013)
(11.30 P.M)

Well, ini adalah karya saya yang sedang menggalau karena skripsi, jadi ceritanya rada aneh. Ini ngambil dr POV sang cowok, ada jg versi POV sang cewek. Cerita terinspirasi entah dari mana. Hahaha XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar