Senin, 21 Mei 2012

Cerpen Original 'Stupid Liar'

Stupid Liar by Winna Yoshioka (cesavia)


Warning!! 
Dilarang mengkopi atau mempublish ulang tanpa sepengetahuan sang penulis.
(Cerita ini diambil dari kisah nyata dengan nama yang disamarkan, jadi kalo ada yang merasa tersinggung, harap maklum ya. Hehehe)

.
.

Malam hari, saat aku tidak bisa tidur karena mengkhawatirkan seseorang, tiba-tiba ponselku berdering, menandakan sebuah pesan masuk.

From: Fajri

Ada yang belum tidur?

Setelah membaca pesan singkat itu, dengan marah aku langsung melempar ponselku ke ranjang dengan sembarang.

Great!

Sudah kuduga dia berbohong padaku. Bahkan sejak pertama mengenalnya aku sudah tahu bahwa dia merupakan tipe laki-laki perayu, playboy dan sejenisnya. Aku juga sebenarnya tahu, dia menaruh perasaan padaku serta beberapa perempuan lainnya yang kukenal, tipikal playboy sejati. Dari mana aku tahu? Tentu saja dengan intuisi, karena intuisiku dalam menilai laki-laki memang hampir selalu benar dan tak perlu diragukan lagi karena semua teman-temanku didominasi oleh kaum adam.

Beberapa menit kemudian ponselku kembali berdering, tapi kali ini ada telepon masuk. Aku melirik ke arah ponselku dan melihat siapa yang meneleponku malam-malam begini.

Fajri

Aku memutar bola mataku bosan, dia lagi? Ah, aku malas sekali meladeninya. Berpura-pura mengirim pesan pada semua teman, tapi sebenarnya hanya mengirim pada satu orang, lalu jika orang itu tak merespon, kau akan mencoba meneleponnya, berharap dia akan mengangkat telepon ataupun membalas pesanmu. Hey, boy! Itu trik yang sangat kuno dan aku sangat mengetahuinya. Aku bukanlah anak polos yang baru menginjak pubertas yang bisa kau kelabui dengan mudahnya. Aku seorang remaja tujuh belas tahun, dan aku sudah menghadapi berbagai macam tipe pria, terutama yang seperti dirimu itu.

Ponselku kembali berdering, menandakan pesan masuk.

From: Fajri

Raisa, aku tahu kamu belum tidur. Kenapa gak bales sms aku? Aku lagi bosen nih, butuh temen curhat.

Oh, yeah! Aku lupa satu julukan lagi untukmu.

Laki-laku kesepian yang haus akan cinta.

Woah, panjang sekali, tapi itu julukan yang sangat cocok untuknya.

***

Aku berjalan di koridor dengan amat santai, karena pagi ini sekolah masih lengang. Aku sengaja datang pagi, walaupun sangat malas karena tidak mau terjebak dalam kemacetan diawal minggu.

I hate monday!

Aku memasuki ruang kelasku yang masih sepi, hanya terdiri dari beberapa anak rajin yang sedang membaca buku pelajaran ataupun ada yang sedang melanjutkan tidurnya.

Aku menaruh tas selempangku di atas meja ku yang berada di pojok dekat pintu barisan kedua. Bangku di sebelah tempat duduk ku masih kosong, menandakan sang penghuninya belum datang ke sekolah.

Karena merasa sangat bosan, aku mengeluarkan ponselku dari kantung seragamku, lalu membuka twitter yang sudah dua hari kutinggalkan.

Saat aku sedang asik-asiknya jariku menari pada keypad ponsel, aku dikagetkan oleh Riez yang masuk kedalam kelas dengan terburu-buru seperti habis dikejar anjing rabies.

"Hosh..di..depan..hosh..gerbang..hosh..ad―"

Ucapannya yang sangat terburu-buru, ditambah napasnya yang tersenggal-senggal membuatku tidak mengerti dengan kata-katanya dan terpaksa kuinterupsi ucapannya yang berantakan itu, "Woah, tenang. Tarik napas, jangan buru-buru gitu." ujarku untuk menenangkannya.

Beberapa saat setelah dia mengikuti arahanku, dia terlihat lebih tenang dan santai. "Sa, di depan gerbang ada Fajri!" katanya.

Aku terkejut, untuk apa dia kesekolahku pagi-pagi begini?

"Ngapain dia kesini? Kaya' gak punya kerjaan aja tuh orang." kataku acuh.

"Katanya dia mau ketemu kamu!" kata Riez.

"Males ah ketemu dia, denger suaranya aja udah bikin aku muak." kataku dingin.

Riez terlihat terkejut dengan ucapanku, mungkin karena tiba-tiba saja aku bersikap seperti itu pada Fajri.

"Lho, kenapa?" tanya Riez heran.

"Nanti aja aku ceritain, yang penting kamu bilangin si Fajri kalo aku gak mau ketemu sama dia." pintaku pada Riez, dan dia langsung menirim pesan pada Fajri kalau aku tidak mau menemuinya sekarang.

***

Aku begitu terganggu sejak sebelum jam pelajaran pertama dimulai karena ponselku terus berdering, untung saja tadi sempat ku silent, jadi aku tidak kena hukuman karena menyalakan ponsel selagi belajar, karena itu dilarang.

Siapa lagi kalau bukan Fajri yang terus menerorku dengan segala pesan singkatnya. Sampai pulang sekolah dia masih terus mengirimiku pesan yang semua isinya sama, yaitu mengajaku bertemu dan bicara.

Huh, aku malas sekali untuk meladeninya. Aku benar-benar sudah tidak mau peduli padanya, laki-laki pembohong.

Ya, aku sangat benci para pembohong, apalagi berbohong untuk mencapai keinginannya, seperti Fajri. Bagiku mereka hanya pecundang dan aku tidak mau mengorbankan hidupku dengan berteman dengan orang-orang seperti itu.

Seperti yang pernah kubilang, Fajri memang perayu dan playboy. Berteman dengan orang seperti itu tak masalah bagiku, toh kebanyakan laki-laki memang seperti itu, kan? Tapi, yang dilakukan Fajri padaku sudah benar-benar keterlaluan. Dia sudah menipuku mentah-mentah!

Saat aku baru berjalan beberapa langkah, betapa terkejutnya aku ketika ada seseorang yang menarik tanganku, dan itu adalah Fajri.

Aku melotot padanya dan mencoba melepaskan tanganku dari cengkramannya.

"Lepasin tangan gue!" oke, aku memakai kata gue, yang berarti aku benar-benar sedang marah pada seseorang.

"Oke, aku akan lepasin kamu, tapi kamu jangan kabur."

"Emangnya gue ayam, kalo dilepas kabur!" semprotku.

"Sori." katanya seraya melepas cengkramannya pada tanganku.

Aku mengelus-elus tanganku yang bekas dicengkramnya, terasa perih karena dia mencengkram lumayan keras.

"Mau ngapain lo kesini?" tanyaku garang, tak meninggalkan sedikitpun keramahan yang biasa kusajikan padanya.

"Raisa, aku cuma mau ngomong sama kamu, jadi jangan marah-marah donk." pintanya.

Huh, dasar laki-laki gak tahu diri! Minta aku gak marah? Gak nyadar apa, kalau dia udah bikin kesalahan yang membuatku marah?

"Udah deh, kalau lo mau ngomong, ya ngomong aja. Gue masih punya urusan yang lebih penting daripada ngomong sama pembohong kaya' lo!"

Fajri terlihat menarik napas dalam, lalu membuangnya dan memandangku dengan tatapan sendunya. What the? Berani-beraninya dia natap mataku dengan tatapan kayak gitu. Rasanya pengen kuhantam aja tuh wajahnya pake tas ku yang super berat ini.

"Oke, kemarin aku emang bohong sama kamu. Tapi bukan maksudku untuk bener-bener ngebohongin kamu, aku cuma-"

"Gak bermaksud ngebohongin gue? Terus, yang kemarin lo bilang kalo lo masuk rumah sakit gara-gara percobaan bunuh diri, itu apa? Kalo lo mau ngerjain gue kira-kira donk, jangan bikin gue panik setengah mati kaya' gitu. Gara-gara kebohongan lo itu, gue merasa bersalah banget, dan lo nambah-nambahin masalah gue yang udah numpuk aja, tahu!" kemarahanku yang sejak semalam kupendam kukeluarkan semua, aku tak memedulikan puluhan pasang mata yang tengah asik mengamatiku, yang penting aku bisa meluapkan semua kemarahan dan kekesalanku pada makhluk dihadapanku ini.

"Raisa, aku cuma mau tahu kamu khawatir atau gak sama aku. Aku bener-bener cinta sama kamu, dan aku mau kamu jadi pacar aku."

"What, cinta?" Aku menertawakannya, menertawakan segala kebodohannya. "Jangan harap gue bisa percaya sama lo, karena lo selalu mengumbar kata cinta. Lo kira gue gak tahu, semua cewek yang selalu lo gembar-gemborin kata cinta? Gue kenal mereka, karena mereka temen-temen gue, tahu! Dan asal lo tahu aja, gue akan selalu khawatir sama keadaan temen-temen gue, tanpa terkecuali! Dan sekarang gue kehilangan respect dan gak mau temenan sama lo, yang artinya gue gak akan peduli lagi sama lo." kataku lalu beranjak pergi dari hadapannya.

"Raisa, tunggu!" panggilnya.

Aku menoleh, "Satu lagi! Gue udah punya cowok, jadi jangan pernah ganggu gue lagi." kataku sambil menyeringai, lalu beranjak mendekati seorang cowok yang sedang bersandar di pohon depan sekolah yang merupakan pacarku sejak seminggu yang lalu.

Sedangkan Fajri? Dia hanya bengong melihatku bersama pacar baruku. Dia pergi dengan wajah sangat kesal, "Huh, gagal lagi. Kalau begitu, next target!" gumamnya, lalu merogoh sakunya untuk mengirim sebuah pesan yang sudah pasti dikirim pada mangsa barunya.

OWARI

A/N: cerita ini dibuat waktu aku lagi sebel banget sama seorang cowok. Hm,, mungkin ceritanya jelek ya, tapi gak apalah, kan masih dalam tahap  pembelajaran, lebih baik jelek tapi buatan sendiri daripada bagus tapi plagiat. Haha..
Boleh minta kripik (?) dan sarannya gak..? :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar